Breaking News

KODE ETIK JURNALIS


 KODE ETIK JURNALISTIK (KEJ)

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. 

Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. 

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau
    fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur
    tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain
    termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan
    objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat
    kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara
    sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan
    kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas
    sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau
    penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan
    keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara
    berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber
   dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan
    hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat
    dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi
    bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and
    recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu
    pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
    proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi 
    wartawan. Hal ini berbeda dengan opini 
    interpretatif, yaitu pendapat yang berupa
    interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak
    menghakimi seseorang. 


Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran 


a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui
    sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
    sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan
    secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas
    kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara
    erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau
    tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan
    nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip,
    wartawan mencantumkan waktu pengambilan
    gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang
    menyangkut diri seseorang yang memudahkan
    orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16
    tahun dan belum menikah. 


Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan
    yang mengambil keuntungan pribadi  atas informasi
    yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi
    tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang,
    benda atau fasilitas dari pihak lain yang
    mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan
    identitas dan keberadaan narasumber demi
    keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau
    penyiaran berita sesuai dengan permintaan
    narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi
    atau data dari narasumber yang disiarkan atau
    diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data
    dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau
    diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
    mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara
    jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
 


Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap
    menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan
    seseorang dan keluarganya selain yang terkait
    dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat
    mungkin, baik karena ada maupun tidak ada
    teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan
    terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok
    orang untuk memberikan tanggapan atau
    sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta
    yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk
    membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
    oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
    orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita
    yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.

Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

(Kode Etik Jurnalistik ini ditandatangani oleh 29 organisasi pers di Jakarta, 14 Maret 2006. Dewan Pers menetapkannya melalui Surat Keputusan Nomor 03/SK-DP/III/2006 yang kemudian disahkan sebagai Peraturan Dewan Pers Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008)

0 Komentar

© Copyright 2022 - PORTAL BUANA NEW